Selasa, 26 November 2013

Menjadikan Kewajiban sebagai Kebutuhan

Hai teman.... kali ini kita akan membahas tentang :

Menjadikan Kewajiban sebagai Kebutuhan

Menurut kamu, beda ngga antara kewajiban dan kebutuhan? Apa bedanya coba? Coba deh kamu pikirin dulu... kalau saya sampaikan bahwa wajib itu berhubungan dengan hukum; hukum itu berhubungan dengan harus; harus itu berhubungan dengan terpaksa; dan terpaksa berhubungan dengan mau ngga mau harus dilakukan, setuju nggak?

Kalau butuh itu berhubungan dengan keperluan mendasar; kebutuhan itu berhubungan dengan sesuatu yang kadang-kadang tidak penting, tetapi tanpa sesuatu itu hal-hal lain tidak dapat kita peroleh. Sehingga kalau kita butuh, maka nggak disuruh pun kita dengan senang hati melakukannya.

Bingung ya? Gini deh... kalau kita mau ulangan umum (khan hukumnya “wajib” tuh...), terus kita ingin ke belakang, maka yang kita dahulukan pasti ke belakang, karena pada saat itu, walaupun ulangan itu penting banget dan wajib hukumnya, tapi buang air kecil adalah kebutuhan karena mendesak waktunya, dan tidak bisa ditunda.

Jadi udah nyambung khan perbedaan antara kewajiban dengan kebutuhan?

Pernah denger istilah “Wajib Belajar 9 Tahun” yang dicanangkan oleh pemerintah (memang pemerintah ini paling hobi kalau segala sesuatunya itu harus bin wajib, soalnya kalau tidak wajib pasti tidak diikuti), kenapa namanya “Wajib Belajar 9 Tahun”? Salah satunya karena tingkat kesadaran masyarakat kita masih sampai pada tahap belajar sebagai kewajiban yang kudu alias harus. Makanya, karena wajib, maka anak-anak didorong-dbabby sitter sampai mereka pulang. Mungkin salah satu akibatnya, karena wajibnya hanya 9 tahun, maka sesudah masa 9 tahun, maka anak-anak pun berhenti belajat. Bebas euy....!

Bagaimana kalau wajib belajar 9 tahun itu diubah menjadi Butuh Belajar Seumur Hidup? Wah kok kedengarannya lucu ya? Pasti deh banyak yang menolak, kecuali kamu yang lagi baca artikel ini.

Kecenderungan memandang belajar sebagai kewajiban, apalagi dibatasi waktu, membuat kita merasa terbebani menuntaskannya dan merasa lega setelah melampaui waktu yang telah ditentukan. Belajar sebagai kewajiban membuat kita nggak punya banyak ruang untuk berekspresi.

Sekarang kita lihat dari sisi yang lain yuk?

Belajar sebagai kebutuhan membawa pandangan baru. Kebutuhan berhubungan dengan keperluan mendasar. Bayi yang masih menyusui belum butuh minuman berenergi, anak kecil yang hobi main kelereng belum butuh handphone. Jadi kebutuhan kadang-kadang serba relatif, tidak berlaku kepada semua orang dengan cara yang sama.

Bagaimana halnya dengan belajar? Apakah bersifat relatif juga? Nah, kalau belajar adalah kebutuhan setiap orang; karena ini menyangkut prinsip, bahwa setiap orang butuh tumbuh, makin pinter, makin pede.

Belajar adalah kewajiban kalau sudah bicara tentang cara, prosedur atau sistem, dan yang pasti ada aturan mainnya dong; kaya main bola aja, aturannya pasti berbeda dengan main basket, iya enggak? Begitu juga dengan sekolah. Sekolah adalah salah satu prosedur belajar. Ada aturan bayar-membayar, hubungan antara guru dan murid, ajar mengajar, dll. Nah masuk area ini ada kewajiban yang harus kita penuhi.

Memahami belajar sebagai kebutuhan lebih dikedepankan ketimbang belajar sebagai kewajiban, karena kita sering kali terlibat dalam ketentuan-ketentuan yang diwajib-wajibkan dan malahan seolah-olah benar-benar dibutuhkan. Kadang-kadang siswa dibebani dengan kewajiban untuk mengikuti kelas, akan tetapi tidak dipenuhi kebutuhan keingintahuannnya, dan dicap sebagai sok tahu ketika mengajukan pertanyaan yang melebihi pengetahuan sang guru (bete khan kalau kita sebenarnya tahu tapi dibilang sok tahu?).

Kewajiban menghasilkan tuntutan, sedangkan kebutuhan menghasilkan tuntunan. Belajar yang menjadi kewajiban menutup kemungkinan untuk melakukannya secara menyenangkan, karena kebanyakan didominasi oleh prosedur. Sedangkan belajar yang menjadi kebutuhan memungkinkan melakukannya secara menyenangkan, seru, dan heboh.

Kalau mau tahu, kaya-nya guru, dosen, dan sekolah yang mewajibkan belajar. Siswa yang membutuhkan belajar(kamu siswa khan?). Mengubah kewajiban menjadi kebutuhan sebenernya nggak sulit-sulit amat. Modalnya cukup dengan menjadikannya sebagai kebiasaan.

Kalau udah jadi kebiasaan mah jadi enak. Nggak akan ada lagi perasaan terpaksa dalam melakukan segala sesuatu. Segalanya serba oke.

Iya, nggak? setuju nggak?

Sumber : Buku AMPUH, Menjadi Cerdas Tanpa Batas.


0 komentar:

Posting Komentar